Jumat, 15 Mei 2015

Fenomena Bahasa

FENOMENA BAHASA

Fenomena bahasa merupakan fenomena yang menarik untuk kita kaji lebih mendalam. Hal ini terutama hubungannya dengan bahasa sebagai tindak tutur dalam komunikasi di masyarakat. Secara etimologis, bahasa adalah penggunaan yangmerupakan gabungan fonem sehingga membentuk kata dengan aturan sintaks membentuk kalimat yang memiliki arti. Sedangkan secara harfiah, bahasa adalah suatu lambang bunyi yang digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi satu sama lain.
Bahasa sendiri tak akan berhenti pada suatu titik tertentu saja. Melainkan akanterus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Oleh karenanya, sering muncul istilah bahwa, suatu bahasa pada saatnya akan dianggap usang pada masayang akan datang. Apa sebenarnya yang menjadi pembeda bahasa, khususnya bahasa tutur pada masa-masa sebelumnya dengan masa sekarang? Aspek-aspek apa saja yang menjadi pembedanya? Marilah kita mengupasnya satu persatu.
Bukanlah rahasia lagi kalau bahasa itu akan terus berkembang sesuaiperkembangan zaman. Sehingga bukanlah hal sepele kalau dikatakan bahwa, jika engkau hendak menaklukkan sebuah negeri, maka kuasailah bahasanya terlebih dahulu. Kita harus sadari bahwa, generasi yang sekarang beda dengan generasi pendahulu, dan tentunya generasi yang akan datang akan berbeda dengan generasiyang sekarang. Bukan hanya dari segi umur, kemampuan teknologi, sains, tetapi juga dalam aspek bahasa dan cara bertutur kata.
Saya tertarik dengan pembagian generasi yang dilakukan di Barat sana. Mereka membagi generasi menjadi generasi Baby Boomers, generasi X, generasi Y, dangenerasi Z. Dalam beberapa referensi generasi ini diklasifikasikan berdasar tahun kelahiran. misalnya Pre Baby Boom (lahir pada 1945 dan sebelumnya), The Baby Boom (lahir antara 1946 – 1964), The Baby Bust (lahir antara 1965 – 1976) – Generasi X, –  Generasi Y (lahir antara 1977  – 1997), – Generasi Z/GenerationNet (lahir antara 1998 hingga kini).
Nah, konteks ke-Indonesian mengharuskan saya untuk berpikir dalam kerangkaIndonesia juga. Dalam kerangka Indonesia, maka saya membaginya dalam tigagenerasi saja, yaitu berdasarkan perkembangan teknologi yang sudah ada. Maka dariitu saya akan fokus ke generasi Y, yaitu generasi sekarang (menurut konteks indonesia, kita ketinggalan 10-15 tahun teknologi).
Fenomena berbahasa tutur untuk generasi saat ini jika kita perhatikan maka akan menemukan ciri-ciri sebagai berikut:
1.      Lebih terbuka dalam berkomunikasi
2.      Dalam berkomunikasi labih nyaman menggunakan teknologi (HP)
3.      Berani mengungkapkan hal-hal yang dalam masyarakat ditabukan.
Garis besarnya, anak-anak pada generasi saat ini sangat flexible dalam berkomunikasi. Hal ini bisa kita lihat dari penggunaan bahasa-bahasa “alay”, bahasa - bahasa “gaul”, dsb. Mereka pikir dengan menggunakan cara tersebut mereka akan lebih terterima dalam komunitas mereka, dalam masyarakat yang sedang menyanjung perubahan besar-besaran.
Tentu saja jika hal ini tidak dibarengi dengan pengawasan yang berjenjang,maka bukan tidak mungkin bahasa Indonesia sebagai bahasa yang dijadikan bahasa nasional dan bahasa resmi di negara ini, akan tergerus oleh zaman.
Bukan hanya itu yang menjadi fenomena bahasa yang terjadi di masyarakatpada saat sekarang ini. Saat ini, para politikus sering atau cenderung berbahasa, berekspresi dan bertutur secara samar. Hal ini dimaksudkan untuk menyembunyikan maksud yang sebenarnya yang mereka ingin capai. Fenomena ini menurut pakar ataupun pemikir bahasa terkemuka, Noam Chomsky disebut “Double speak” atau tutur ganda. Saat ini, sering sekali kita mendengar bahasa tutur yang merupakan tuturganda, ataupun kata-kata yang diperhalus untuk mengurangi kritikan publik. Tengok saja kata “diamankan” sebagai pengganti kata “ditangkap”, “kekurangan pangan”sebagai ganti “kelaparan”. Hal ini tentu saja untuk mengurangi dampak yang akan ditimbulkan oleh penggunaan kata ini, yang mungkin saja bagi mereka terdengar “kasar”.
Terdapat juga gejala “panasea”, dimana para politikus di Indonesia menggunakannya sekedar sebagai obat bagi jiwa-jiwa yang terluka. Hal ini begitu menarik untuk kita cermati karena baru-baru ini kita sering kali melihatnya, apalagikalau bukan euforia sepak bola nasional kita. Sering muncul dalam koran lokal maupun nasional, dikabarkan bahwa meskipun kalah, indonesia tetaplah menangkarena tidak terkalahkan di partai kandang. Hal ini dimaksudkan sekedar untuk  mengobati hati yang terluka, bak “panase”, atau obat penawar luka yang mujarab.
Hal inilah yang terjadi dalam bahasa publik saat ini. Orang-orang mulai ramai,dari orang yang tingkat ekonominya rendah sampai presiden menggunakan kata kata double speak maupu panasea ini. Hal ini menurut saya diluar dari garis kebenaran. Atau bahkan menyembuunyikan makna yang sebenarnya. Mereka menggunakanbahasa sebagai alat yang eufimisme, dapat dibentuk sesuka hati mereka. Mereka dapat menggunakan bahasa sebagai kontrol politik, sehingga dapat dengan mudah lawan politiknya masuk bui, hanya dengan persoalan bahasa.
Tapi sebelum itu, kita harus pahami bahwa kedua istilah ini sangat berbeda maknanya. Jikalau Double speak ini bisa dikatakan menyembunyikan kenyataan dari kenyataan yang sebenarnya, maka panasea memperindah kenyataan yang tidak  mengenakkan sehingga menjadi “enak’ didengar. Hal ini tentu saja berbeda dengan kenyataan yang sebenarnya terjadi di masyarakat saat ini.
Sebagai publik speaker, tentunya kita harus jeli untuk memperhatikan fenomena-fenomena bahasa seperti ini. Apalagi jika harus berhadapan dengan orang banyak (publik). Banyak hal yang perlu kita persiapkan, terutama sikap mental dalam menghadapi permasalahan publik. Jika kita sudah mengetahui masalah apa yang kita hadapi, maka dengan begitu kita selangkah lebih dekat dengan solusinya. Juga,sebelum tampil didepan orang banyak untuk berdialog misalnya, kita tentunya harus mengetahui sebelumnya, dengan masyarakat apa kita berhadapan. Sehingga dengan begitu, dalam berkomunikasi dengan mereka kita bisa menggunakan kata-kata yang tepat dalam berbahasa, berekspresi dan bertutur kata.
Hal ini cukup penting, dikarenakan profesi publik speaker atau pembicarapublik selain dituntut untuk mengetahui banyak hal yang terjadi di dalam masyarakat, juga sebagai fasilitator jika terjadi kesalah pahaman dalam masyarakat tersebut, dan jika gagal, bukan hanya cemoohan yang akan dia dapatkan bagi dirinya dan juga institusi yang diwakilinya, tetapi juga turunnya integritas seorang publik speaker dalam masyarakat pada umumnya.
Mengapa hal ini perlu kita bahas dalam hubungannya dengan fenomena berbahasa dan bertutur, sebab profesi publik speaker begitu dekat dengan masyarakat. Ibarat kata, seorang publik speaker merupakan mata rantai penghubung antara satu komunitas dengan komunitas yang lain, sehingga dengan begitu kita akan saling mengenal budaya, serta bahasa dan kebiasaan lainnya.

Pengetahuan tentang budaya tutur ini begitu penting untuk kita ketahui. Hal ini apat menunjukkan betapa agungnya budaya tutur di Indonesia pada umumnya. Sehingga, meskipun terpaut berbagai generasi dengan generasi pencetus bahasa indonesia sebagai bahasa nasional, kita masih bisa merasakan manfaatnya hingga saat ini. Sementara bahasa tutur itu sendiri, mengingat betapa banyaknya ragam tutur di Indonesia.

Jumat, 24 April 2015

Pengaruh Kenaikan BBM Terhadap Perekonomian Indonesia

Pengaruh Kenaikan BBM Terhadap Perekonomian Masyarakat Indonesia
Dalam situasi ekonomi masyarakat yang sulit, maka kenaikan BBM bisa kontraproduktif. Kenaikan harga BBM akan menimbulkan kemarahan masal, sehingga ketidakstabilan dimasyarakat akan meluas. Sebagian masyarakat merasa tidak siap untuk menerima kenaikan harga BBM. Kenaikan BBM ini merupakan tindakan pemerintah yang beresiko tinggi.
Berikut dampak yang di hasilkan apabila harga BBM dinaikkan:
1) Harga barang-barang dan jasa-jasa menjadi lebih mahal. Harga barang dan jasa akan mengalami kenaikan disebabkan oleh naiknya biaya produksi sebagai imbas dari naiknya harga bahan bakar.
2) Apabila harga BBM memang dinaikkan, maka akan berdampak bagi perekonomian khususnya UMKM (usaha mikro, kecil dan menengah)
3) Meningkatnya biaya produksi yang diakibatkan oleh: misalnya harga bahan baku, beban transportasi dll.
4) Kondisi keuangan UMKM menjadi rapuh, maka rantai perekonomian akan terputus.
5) Terjadi Peningkatan jumlah pengangguran. Dengan meningkatnya biaya operasi perusahaan, maka kemungkinan akan terjadi PHK.
6) Inflasi akan terjadi jika harga BBM mengalami kenaikan. Inflasi yang terjadi karena meningkatnya biaya produksi suatu barang atau jasa.
Jika terjadi kenaikan harga BBM, maka akan terjadi inflasi. Terjadinya inflasi ini tidak dapat dihindari karena bahan bakar, dalam hal ini premium, merupakan kebutuhan vital bagi masyarakat, dan merupakan jenis barang komplementer. Meskipun ada berbagai cara untuk mengganti penggunaan BBM, tapi BBM tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat sehari-hari.
Inflasi akan terjadi karena apabila subsidi BBM dicabut, harga BBM akan naik. Masyarakat mengurangi pembelian BBM. Uang tidak tersalurkan ke pemerintah tapi tetap banyak beredar di masyarakat.
Jika harga BBM naik, harga barang dan jasa akan mengalami kenaikan pula. Terutama dalam biaya produksi. Inflasi yang terjadi dalam kasus ini adalah “Cost Push Inflation”. Karena inflasi ini terjadi karena adanya kenaikan dalam biaya produksi. Ini jika inflasi dilihat berdasarkan penyebabnya. Sementara jika dilihat berdasarkansumbernya, yang akan terjadi adalah “Domestic Inflation”, sehingga akan berpengaruh terhadap perekonomian dalam negeri. Kenaikan harga BBM akan membawa pengaruh terhadap kehidupan iklim berinvestasi.
Biasanya kenaikan BBM akan mengakibatkan naiknya biaya produksi, naiknya biaya distribusi dan menaikan juga inflasi. Harga barang-barang menjadi lebih mahal, daya beli merosot, kerena penghasilan masyarakat yang tetap. Ujungnya perekonomian akan stagnan dan tingkat kesejahteraan terganggu.
Di sisi lain, kredit macet semakin kembali meningkat, yang paling parah adalah semakin sempitnya lapangan kerja karena dunia usaha menyesuaikan produksinya sesuai dengan kenaikan harga serta penurunan permintaan barang.
Hal-hal di atas terjadi jika harga BBM dinaikkan, Bagaimana jika tidak? Subsidi pemerintah terhadap BBM akan semakin meningkat juga. Meskipun negara kita merupakan penghasil minyak, dalam kenyataannya untuk memproduksi BBM kita masih membutuhkan impor bahan baku minyak juga.
Dengan tidak adanya kenaikan BBM, subsidi yang harus disediakan pemerintah juga semakin besar. Untuk menutupi sumber subsidi, salah satunya adalah kenaikan pendapatan ekspor. Karena kenaikanharga minyak dunia juga mendorong naiknya harga ekspor komoditas tertentu. Seperti kelapa sawit, karena minyak sawitmentah (CPO) merupakan subsidi minyak bumi. Income dari naiknyaharga CPO tidak akan sebanding dengan besarnya biaya yang harusdikeluarkan untuk subsidi minyak.

Dampak Inflasi Terhadap Perekonomian Nasional
Kenaikan harga BBM berdampak pada meningkatnya inflasi. Dampak dari terjadinya inflasi terhadap perekonomian nasional adalah sebagai berikut:
1. Inflasi akan mengakibatkan perubahan output dan kesempatan kerja dimasyarakat.
2. Inflasi dapat mengakibatkan ketidak merataan pendapatan dalam masyarakat.
3. Inflasi dapat menyebabkan penurunan efisiensi ekonomi.
Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif, tergantung parah atau tidaknya inflasi. Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu.
Orang menjadi tidak bersemangat kerja, menabung, atau mengadakan investasi dan produksi karena harga meningkat dengan cepat. Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau karyawan swasta serta kaum buruh juga akan kewalahan menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup mereka menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu.
Sementara dampak inflasi bagi masyarakat, ada yang merasa dirugikan dan ada juga yang diuntungkan. Golongan masyarakat yang dirugikan adalah golongan masyarakat yang berpenghasilan tetap, masyarakat yang menyimpan hartanya dalam bentuk uang, dan parakreditur. Sementara golongan masyarakat yang diuntungkan adalah kaum spekulan, para pedagang dan industriawan, dan para debitur. Inflasi dapat dikatakan sebagai salah satu indikator untuk melihat stabilitas ekonomi suatu wilayah negara atau daerah. Yang mana tingkat inflasi menunjukkan perkembangan harga barang dan jasa secara umum yang dihitung dari indeks harga konsumen (IHK). Dengan demikian angka inflasi sangat mempengaruhi daya beli masyarakat yang berpenghasilan tetap, dan disisi lain juga mempengaruhi besarnya produksi dari suatu barang dan jasa.

Sumber: http://www.slideshare.net/PutriwulandariWS/pengaruh-kenaikan-bbm-terhadap-perekonomian-indonesia

Jumat, 17 April 2015

kata pengantar

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kita berbagai macam nikmat, sehingga aktifitas hidup yang kita jalani ini akan selalu membawa keberkahan, baik kehidupan di alam dunia ini, lebih-lebih lagi pada kehidupan akhirat kelak, sehingga semua cita-cita serta harapan yang ingin kita capai menjadi lebih mudah dan penuh manfaat.

Terima kasih sebelum dan sesudahnya kami ucapkan kepada Dosen serta teman-teman sekalian yang telah membantu, baik bantuan berupa moriil maupun materil, sehingga makalah ini terselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan. Kami menyadari sekali, didalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan serta banyak kekurangan-kekurangnya, baik dari segi tata bahasa maupun dalam hal pengkonsolidasian kepada dosen serta teman-teman sekalian, yang kadangkala hanya menturuti egoisme pribadi, untuk itu besar harapan kami jika ada kritik dan saran yang membangun untuk lebih menyempurnakan makalah-makah kami dilain waktu.

Harapan yang paling besar dari penyusunan makalah ini ialah, mudah-mudahan apa yang kami susun ini penuh manfaat, baik untuk pribadi, teman-teman, serta orang lain yang ingin mengambil atau menyempurnakan lagi atau mengambil hikmah dari judul ini ( masyarakat desa dan masyarakat kota ) sebagai tambahan dalam menambah referensi yang telah ada.


Jakarta, April 2015


Penyusun,

Jumat, 27 Maret 2015

JURNAL PEMASARAN

BAB I
PENDAHULUAN

1.1       LATAR BELAKANG MASALAH

            Globalisasi membawa dampak yang besar bagi perkembangan dunia bisnis. Pasar menjadi semakin luas dan peluang ada dimana-mana, namun sebaliknya persaingan menjadi semakin ketat dan sulit diprediksikan. Kondisi ini menuntut perusahaan untuk menciptakan keunggulan kompetitif bisnisnya agar mampu bersaing. Perusahaan yang ingin berkembang dan mendapatkan keunggulan kompetitif harus dapat memberikan produk berupa barang atau jasa yang berkualitas dan pelayanan yang baik kepada para pelanggan.

            Persaingan yang semakin ketat terjadi di dalam dunia otomotif khususnya produk sepeda motor karena produk ini merupakan alat transportasi darat yang paling dominan banyak dimiliki dan dibutuhkan oleh masyarakat. Memang tidak mudah menjadi yang terbaik, selain harus menyediakan kualitas terbaik juga ada faktor pola perilaku konsumen yang tidak mudah ditebak.

            Kualitas memberikan suatu dorongan kepada pelanggan untuk menjalin ikatan yang kuat dengan perusahaan. Dalam jangka panjang, ikatan seperti ini memungkinkan perusahaan untuk memahami dengan seksama harapan dan kebutuhan seorang pelanggan. Kualitas pelayanan berpengaruh terhadap perilaku pembelian yaitu melalui kepuasan pelanggan. Melalui kepuasan itu pelanggan akan melakukan pembelian jasa atau memutuskan untuk menggunakan jasa dan  pada akhirnya akan merekomendasikan hal itu kepada orang lain.

            Syarat yang harus dipenuhi oleh suatu perusahaan agar dapat sukses dalam persaingan adalah berusaha mencapai tujuan untuk menciptakan dan mempertahankan pelanggan. Agar hal tersebut tercapai, maka setiap perusahaan harus berupaya menghasilkan dan menyampaikan barang dan jasa yang diinginkan konsumen dengan harga yang pantas (reasonable). Dengan demikian, setiap perusahaan harus mampu memahami perilaku konsumen pada pasar sasarannya, karena kelangsungan hidup perusahaan tersebutsebagai organisasi yang berusaha memenuhi kebutuhan dan keinginan para konsumen sangat tergantung pada perilaku konsumennya. Melalui pemahaman perilaku konsumen, pihak manajemen perusahaan dapat menyusun strategi dan program yang tepat dalam rangka memanfaatkan peluang yang ada dan mengungguli para pesaingnya.

            Kepadatan aktivitas di jalan menuntut kenyamanan dalam berkendara. Untuk itu kendaraan yang dipakai harus selalu dalam keadaan baik. Agar kendaraan selalu dalam keadaan baik maka diperlukan perawatan dan servis berkala. Untuk itu sangat dibutuhkan jasa bengkel motor. Bengkel motor adalah usaha yang didirikan dengan tujuan menerima jasa perawatan dan perbaikan kendaran roda dua atau umumnya disebut motor (Effendi, 2009). Jasa sendiri dapat diartikan sebagai setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, pada dasarnya bersifat intangible (tidak berwujud fisik) dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu.

            Kunci sukses agar pelanggan memilih jasa layanan bengkel adalah dengan memberikan kepuasan kepada pelanggan. Kepuasan tersebut dapat dicapai melalui pemberian layanan dan dukungan yang optimal kepada pelanggan. Pemberian layanan dan dukungan yang optimal itu dapat diberikan kepada pelanggan melalui pemberian layanan yang cepat sehingga pelanggan tidak perlu menunggu lama di bengkel, keramahan karyawan dalam melayani pelanggan, dan pemberian saran-saran perawatan mesin kepada pelanggan. Pelanggan yang puas akan loyal dan menceritakan kebaikan bengkel kepada orang lain, sehingga dapat menambah jumlah pelanggan bengkel. Jumlah pelanggan sangat besar pengaruhnya terhadap kelangsungan hidup perusahaan yang bergerak dalam bidang penjualan jasa, karena bagi perusahaan jasa, pelanggan merupakan sumber pemasukan. Semakin banyak pelanggan, maka semakin besar pemasukan yang dapat diraih perusahaan, sebaliknya semakin sedikit pelanggan, maka semakin sedikit pula pemasukan yang dapat diraih perusahaan.

            Kepuasan pelanggan selalu berubah dari waktu ke waktu. Harapan pelanggan terhadap sebuah produk atau jasa tidak akan pernah sama, bisa naik atau bahkan bisa turun. Pelanggan yang pernah merasakan layanan atau produk berkualitas prima pasti akan mengidamkan kualitas yang sama (bahkan lebih tinggi) ketika menggunakan produk atau jasa sejenis. Sadar akan fakta tersebut, dunia bisnis berkompetisi membuat pelanggannya lebih puas dan tak berpaling ke produk lain. Sistem pelayanan pelanggan yang mengarah ke kepuasan pelanggan diterapkan. Bahkan, banyak perusahaan yang menciptakan divisi khusus untuk menangani kepuasan pelanggan.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian yang berkaitan dengan kepuasan pelanggan, maka penelitian ini mengambil judul: “PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN PADA KAWASAKI"

1.2       PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut
1.      Apakah kualitas pelayanan berpengaruh terhadap kepuasan konsumen ?

1.3       BATASAN MASALAH

            Berdasarkan uraian yang tertulis dalam  latar belakang masalah, ada beberapa dimensi kualitas pelayanan yang dapat berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan Kawasaki. Dalam melakukan pengolahan data terdapat tiga metode yang akan digunakan yaitu; Uji Validitas, Uji Relibilitas, Skala Likert, dan Uji Regresi Linier Berganda dengan total responden 50 orang.

1.4       TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui faktor apa saja yang  mempengaruhi kepuasan pelanggan di bengkel Kawasaki .
2.      Untuk mengetahui faktor apa yang paling dominan mempengaruhi kepuasan pelanggan terhadap pelayanan bengkel Kawasaki.

1.5       METODE PENELITIAN

Variabel-variabel yang akan diteliti dalam  penelitian ini adalah sebagai berikut :
A.    Variabel Independent (X) adalah variabel yang nilainya tidak diperngaruhi oleh variabel lain, yaitu :
X1       :           Tangibles (kemampuan fisik/bukti fisik)
X2       :           Reliability (keandalan)
X3       :           Responsiveness (daya tanggap)
X4       :           Assurance (jaminan)
X5       :           Empathy (perhatian)
B.     Variabel Dependent (Y) adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain, yaitu :
Y         :           Kepuasan Pelanggan

1.6       SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika merupakan gambaran singkat dan secara menyeluruh dari suatu karya ilmiah. Sistematika ini bertujuan untuk membantu pembaca agar dapat dengan mudah memahami isi dari suatu karya ilmiah. Adapun gambaran lebih jelas mengenai skripsi ini akan diuraikan dalam sistematika sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN
Merupakan uraian yang berisi latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II TELAAH PUSTAKA
Dalam telaah pustaka ini diuraikan  landasan  teori yang digunakan sebagai dasar dari analisis penelitian, antara lain definisi jasa, teori tentang kualitas pelayanan, unsur-unsur pelayanan,  kepuasan pelanggan, dan penelitian terdahulu.
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini menguraikan variabel penelitian dan definisi operasional variabel, populasi dan sampel, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data, serta metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini.

BAB IV PEMBAHASAN
Bab ini menguraikan isi pokok dari penelitian yang berisi deskripsi objek penelitian, analisis data dan interpretasi atas hasil pengolahan data.

BAB V PENUTUP
Bab ini berisi simpulan dari hasil pembahasan penelitian dan saran-saran kepada pihak-pihak terkait mengenai dari hasil penelitian yang telah dilakukan.
BAB II
TELAAH PUSTAKA

2.1. Jasa
2.1.1. Definisi Jasa

            Jasa merupakan semua aktivitas ekonomi yang hasilnya bukan berbentuk produk fisik atau konstruksi, yang umumnya dihasilkan dan dikonsumsi secara bersamaan serta memberikan nilai tambah (misalnya kenyamanan, hiburan, kesenangan, atau kesehatan) bagi konsumen (Lupiyoadi dan Hamdani, 2006).

            Kotlet (2000) mengemukakan pengertian jasa (service) sebagai berikut : “ A service is any act or performance that one party can offer to another that is essentially intangible and does not result in the ownership of anything. It`s production may or may not be tied to a pshyical product “ (Jasa adalah setiap tindakan atau kinerja yang ditawarkan oleh satu pihak ke pihak yang lain yang secara prinsip tidak berwujud dan tidak menyebabkan perpindahan kepemilikan, produksi jasa dapat terikat atau tidak terikat pada suatu produk fisik).

            Zeithaml dan bitner (2003:3) mengemukakan definisi jasa sebagai berikut : include all economic, activities whoise output is not physical product or construction is generally consumed at the time it`s produced and provided added value in forms (such as convenience, amusement,, timeliness, comfort or health) that are essentially intangible concerns of it`s first purchaser. Jasa pada dasarnya adalah seluruh aktivitas ekonomi dengan output selain produk dalam pengertian fisik, dikomsumsi dan diproduksi pada saat bersamaan , memberikan nilai tambah dan secara prinsip tidak berwujud bagi pembeli pertamanya

            Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa jasa merupakan sebuah tindakan atau perbuatan yang bersifat intangible atau tidak berwujud yang ditawarkan untuk dijual kepada pihak lain yaitu pengguna jasa.

2.1.2. Karakteristik Jasa

            Jasa memiliki beberapa karakterisik utama yang membedakannya dengan barang. Karakteristik jasa tersebut adalah (Tjiptono, 2004):

1. Intangibility (tidak berwujud)
            Jasa merupakan sesuatu yang tidak berwujud, artinya tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, dicium atau didengar sebelum dibeli. Hal ini mengakibatkan pelanggan tidak dapat memprediksi hasilnya sebelum membeli jasa tersebut. Kesulitan untuk memprediksi suatu jasa membuat seseorang mencari bukti-bukti yang dapat menunjukkan kualitas suatu jasa. Kualitas suatu jasa dapat diprediksikan melalui tempat jasa tersebut diproduksi atau dihasilkan orang penghasil jasa, peralatan, alat komunikasi, simbol dan harga jasa tersebut.

2. Inseparability (tidak dapat dipisahkan)
            Berbeda halnya dengan barang-barang fisik yang diproduksi, disimpan dalam persediaan, didistribusi, melalui berbagai macam penjual dan pada saat jasa diproduksi dan langsung mengkonsumsi jasa tersebut. Hal ini mengakibatkan kualitas jasa ditentukan oleh interaksi produsen dengan pelanggan. Maka dari itu, efektivitas individu dalam menyampaikan jasa merupakan unsur yang penting dalam pemberian jasa.

3. Variability (bervariasi)
            Jasa sangat bervariasi karena sangat tergantung pada siapa yang menghasilkan, kapan dan dimana jasa tersebut dihasilkan. Pembeli jasa menyadari tingginya variabilitas jasa dan biasanya mencari informasi atau membicarakannya dengan orang lain sebelum membeli suatu jasa. Ada tiga faktor yang menyebabkan variabilitas jasa, yaitu kerja sama/ partisipasi pelanggan selama penyampaian jasa, moral atau motivasi karyawan dalam melayani pelanggan dan beban kerja perusahaan.

4. Perishability (tidak tahan lama)
            Jasa merupakan komoditas tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan. Dengan demikian, bila suatu jasa tidak digunakan, maka jasa tersebut akan berlalu begitu saja. Hal ini mengakibatkan kapasitas produksi menjadi faktor yang kritikal. Perishability juga berakibat pada manajemen permintaan terhadap jasa. Jika permintaan bersifat tetap, perusahaan tidak akan menghadapi masalah yang rumit. Tetapi jika permintaan berfluktuasi, maka perusahaan akan menghadapi masalah rumit, sehingga perusahaan perlu melakukan penyesuaian antara kapasitas produksi atau supply dengan permintaan.

Sedangkan menurut Griffin dalam Lupiyoadi (2001) menyebutkan karakteristik jasa, yaitu:
1.              Intangibility (tidak berwujud). Jasa tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, didengar, atau dicium sebelum jasa itu dibeli. Nilai penting dari hal ini adalah nilai tidak berwujud yang dialami konsumen dalam bentuk kenikmatan, kepuasan, atau rasa aman.
2.      Unstorability. Jasa tidak mengenal persediaan atau penyimpanan dari produk yang telah dihasilkan. Karakteristik ini disebut juga tidak dapat (inseparability) dipisahkan mengingat pada umumnya jasa dihasilkan dan dikonsumsi secara bersama.
3.              Customization. Jasa juga sering kali di desain khusus untuk kebutuhan pelanggan, sebagaimana pada jasa asuransi dan kesehatan.

2.2. Teori Tentang Kualitas Pelayanan
2.2.1. Pengertian Pelayanan

Menurut Kotler (2000), pelayanan merupakan setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain, pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun.

Menurut Umar (2003), pelayanan secara umum adalah rasa menyenangkan yang diberikan kepada orang lain disertai kemudahan-kemudahan dan memenuhi segala kebutuhan mereka.

Menurut Payne (2000), pelayanan adalah rasa menyenangkan atau tidak menyenangkan yang oleh penerima pelayanan pada saat memperoleh pelayanan. Payne juga mengatakan bahwa pelayanan pelanggan mengandung pengertian:
1.              Segala kegiatan yang dibutuhkan untuk menerima, memproses, menyampaikan dan memenuhi pesanan pelanggan dan untuk menindak lanjuti setiap kegiatan yang mengandung kekeliruan.
2.              Ketepatan waktu dan reliabilitas penyampaian jasa kepada pelanggan sesuai dengan harapan mereka.
3.              Serangkaian kegiatan yang meliputi semua bidang bisnis yang terpadu untuk menyampaikan produk-produk dan jasa tersebut sedemikian rupa sehingga dipersepsikan memuaskan oleh pelanggan dan merealisasikan pencapaian tujuan- tujuan perusahaan.
4.              Total pesanan yang masuk dan seluruh komunikasi dengan pelanggan
5.              Penyampaian produk kepada pelanggan tepat waktu dan akurat dengan segala tindak lanjut serta tanggapan keterangan yang akurat.

2.2.2. Pengertian Kualitas Pelayanan

Kualitas pelayanan dapat didefinisikan sebagai seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan para pelanggan atas layanan yang mereka terima. Kualitas pelayanan dapat diketahui dengan cara membandingkan persepsi para pelanggan atas layanan yang benar-benar mereka terima.



Menurut Lewis & Booms dalam Tjiptono & Chandra (2005), kualitas pelayanan sebagai ukuran seberapa baik tingkat layanan yang diberikan mampu sesuai dengan harapan pelanggan. Sedangkan menurut Tjiptono (2001), kualitas pelayanan adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa ada faktor utama yang mempengaruhi kualitas pelayanan yaitu: Jasa yang diharapkan dan jasa yang dirasakan/dipersepsikan. Apabila jasa yang dirasakan sesuai dengan jasa yang diharapkan, maka kualitas pelayanan tersebut akan dipersepsikan baik atau positif. Jika jasa yang dipersepsikan melebihi jasa yang diharapkan, maka kualitas jasa dipersepsikan sebagai kualitas ideal.

Demikian juga sebaliknya apabila jasa yang dipersepsikan lebih jelek dibandingkan dengan jasa yang diharapkan maka kualitas jasa dipersepsikan negatif atau buruk. Maka baik tidaknya kualitas pelayanan tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten. Untuk mempermudah penilaian dan pengukuran kualitas pelayanan dikembangkan suatu alat ukur kualitas layanan yang disebut SERVQUAL (service Quality). SERVQUAL ini merupakan skala multi item yang dapat digunakan untuk mengukur persepsi pelanggan atas kualitas layanan yang meliputi lima dimensi (Zeithami, 2004), yaitu:

1.      Tangibles (bukti fisik), yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukan eksistensinya kepada pihak eksternal . penampilan dan kemampuan sara dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan perusahaan.
2.              Reliability (kehandalan) yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan. Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketetapan waktu, pelayanan yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap simpatik dan akurasi yang tinggi.
3.              Responsiveness (daya tanggap) yaitu kemampuan maskapai penerbangan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada para pelanggan dengan penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan pelanggan menunggu tanpa adanya suatu alasan yang jelas menyebabkan persepsi yang negatif dalam kualitas pelayanan.
4.              Assurance (jaminan), adanya kepastian yaitu pengetahuan, kesopan santunan dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada pelayanan perusahaan yang memiliki beberapa komponen anatara lain:
a.              Communication (komunikasi), yaitu secara terus menerus memberikan informasi kepada pelanggan dalam bahasa dan penggunaan kata yang jelas sehingga para pelanggan dapat dengan mudah mengerti di samping itu perusahaan hendaknya dapat secara cepat dan tanggap dalam menyikapi keluhan dan komplain yang dilakukan oleh pelanggan.
b.              Credibility (kredibilitas), perlunya jaminan atas suatu kepercayaan yang diberikan kepada pelanggan, believability atau sifat kejujuran. Menanamkan kepercayaan, memberikan kredibilitas yang baik bagi perusahaan pada masa yang akan datang
c.               Security (keamanan), adanya suatu kepercayaan yang tinggi dari pelanggan akan .pelayanan yang diterima. Tentunya pelayanan yang diberikan memberikan suatu jaminan kepercayaan yang maksimal.
d.              Competence (kompetensi) yaitu ketrampilan yang dimiliki dan dibutuhkan agar dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan dapat dilaksanakan dengan optimal.
e.               Courtesy (sopan santun), dalam pelayanan adanya suatu nilai moral yang dimiliki oleh perusahaan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan. Jaminan akan kesopan santunan yang ditawarkan kepada pelanggan sesuai dengan kondisi dan situasi yang ada.
5.              Empathy (empati), yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individu atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan konsumen. Dimana suatu perusahaan diharapkan memiliki pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan.

2.2.3. Konsep Kualitas Pelayanan

            Konsep kualitas pelayanan selalu berkembang dari waktu ke waktu. Pada dasarnya kualitas pelayanan merupakan hasil dari perbandingan yang dibuat oleh konsumen (nasabah) antara pengharapan akan jasa yang mereka terima dengan persepsi nasabah ketika suatu jasa telah diterima ( Caruana et al. 2000, p.1339). Kualitas pelayanan menjadi suatu keharusan agar mampu bertahan dan tetap mendapat kepercayaan nasabah. Gronroos (1984) mengemukakan sebuah konsep yang menekankan pada dua dimensi utama dari kualitas pelayanan, yaitu technical quality yang mengacu pada apa yang sebenarnya dirasakan oleh pelanggan dari pelayanan yang didapatkannya dan functional quality yang mengacu pada bagaimana pelayanan tersebut disediakan.

            Functional quality merupakan aspek yang sangat penting dan memiliki kaitan dengan interaksi psikologis yang sangat berperan ketika terjadi suatu proses transaksi. Hal ini sangat tergantung pada persepsi konsumen dan bersifat subyektif serta ditujukan pada hal-hal yang diterima konsumen ketika terjadinya transaksi. Functional quality dan technical quality merupakan faktor yang penting dan tidak terpisahkan pada satu sektor industri jasa tertentu, misalnya pada sektor perawatan kesehatan.

            Lehtinen (1982) dalam Caruana et al. (2000, p. 1339) memberikan pandangan yang agak berbeda mengenai kualitas pelayanan. Mereka melihat bahwa kualitas pelayanan terdiri dari kualitas suatu interaksi, fisik dan korporasi. Pada tingkat yang lebih tinggi dan terutama dari sudut pandang konsumen, mereka melihat bahwa kualitas pelayanan terdiri dari dua dimensi yaitu kualitas proses dan kualitas out put.

Lebih lanjut menurut Hutt dan Spech dalam Ellitan, (2001) ada tiga komponen kualitas pelayanan yaitu:
1.      Kualitas teknik, merupakan komponen yang berkaitan dengan kualitas output jasa yang diterima pelanggan
2.      Kualitas fungsional, yaitu komponen yang berkaitan dengan kualitas cara penyampaian jasa
3.      Citra perusahaan, yaitu profil, reputasi, citra umum dan daya tarik perusahaan.

            Kualitas pelayanan berpusat pada suatu kenyataan yang ditentukan oleh pelanggan. Interaksi strategi pelayanan, sistem pelayanan dan sumber daya manusia serta pelanggan akan sangat menentukan keberhasilan dari manajemen perusahaan. Oleh karena itu perlu menerapkan strategi untuk membentuk kualitas pelayanan yang terbaik, maka Tjiptono (2002) menerangkan strategi kualitas pelayanan sebagai berikut:
1.      Atribut layanan pelanggan, yaitu bahwa penyampaian jasa harus tepat waktu, akurat dengan perhatian dan keramahan
2.      Pendekatan untuk penyempurnaan kualitas jasa merupakan aspek penting dalam mewujudkan kepuasan pelanggan. Ini disebabkan oleh faktor biaya, waktu penerapan program dan pengaruh layanan pelanggan. Ketiga faktor ini merupakan pemahaman dan penerapan suatu sistem yang responsif terhadap pelanggan dan organisasi guna mencapai kepuasan yang optimum
3.      Sistem umpan balik dan kualitas layanan pelanggan, yaitu dengan memahami persepsi pelanggan terhadap perusahaan dan para pesaing. Mengukur dan memperbaiki kinerja perusahaan, mengubah bidang-bidang terkuat perusahaan menjadi faktor pembeda pasar, menunjukkan komitmen perusahaan pada kualitas dan pelanggan.
4.      Implementasi, adalah strategi yang paling penting sebagai bagian dari proses implementasi, pihak manajemen perusahaan harus menentukan cakupan-cakupan jasa dan level pelayanan.

2.3. Unsur-unsur Pelayanan

Dalam memasarkan produknya produsen selalu berusaha untuk memuaskan keinginan dan kebutuhan para pelanggan lama dan baru. Menurut Tjiptono (2004) pelayanan yang baik akan dapat menciptakan loyalitas pelanggan yang semakin melekat erat dan pelanggan tidak berpaling pada perusahaan lain. Oleh karena itu penjualan atau produsen perlu menguasai unsur-unsur berikut:

1.                Kecepatan
Kecepatan adalah waktu yang digunakan dalam melayani konsumen atau pelanggan minimal sama dengan batas waktu standar pelayanan yangditentukan oleh perusahaan
2.                Ketepatan
Kecepatan tanpa ketepatan dalam bekerja tidak menjamin kepuasan para pelanggan. Oleh karena itu ketepatan sangatlah penting dalam pelayanan
3.                Keamanan
Dalam melayani para konsumen diharapkan perusahaan dapat memberikan perasaan aman untuk menggunakan produk jasanya
4.              Keramah tamahan
Dalam melayani para pelanggan, karyawan perusahaan dituntut untuk mempunyai sikap sopan dan ramah. Oleh karena itu keramahtamahan sangat penting, apalagi pada perusahaan yang bergerak di bidang jasa.
5.                Kenyamanan
Rasa nyaman timbul jika seseorang merasa diterima apa adanya. Dengan demikian, perusahaan harus memberikan rasa nyaman pada konsumen.

Dengan demikian suatu perusahaan dalam hal ini adalah bengkel, agar pelanggan semakin erat dan tidak berpaling pada perusahaan lain, perusahaan perlu menguasai lima unsur yaitu cepat, tepat, aman, ramah-tamah dan nyaman

2.4. Kepuasan Pelanggan

            Kepuasan pelanggan merupakan salah satu kunci keberhasilan suatu usaha, hal ini dikarenakan dengan memuaskan pelanggan, perusahaan dapat meningkatkan pendapatan (profit) dan mendapatkan pangsa pasar yang lebih luas. Kotler (2005), menyatakan bahwa kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang ia rasakan dibandingkan dengan harapannya. Dengan demikian dapat diartikan bahwa kepuasan pelanggan merupakan perbedaan antara yang diharapkan pelanggan (nilai harapan) dengan situasi yang diberikan perusahaan di dalam usaha memenuhi harapan pelanggan.

            Menurut Tse dan Wilton dalam Tjiptono (2007) kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan adalah respon pelanggan terhadap evaluasi ketidaksesuaian (disconfirmation) yang dipersepsikan antara harapan awal sebelum pembelian (atau norma kinerja lainnya) dan kinerja aktual produk yang dipersepsikan setelah pemakaian atau konsumsi produk bersangkutan. Engel et al., (1990) dalam Tjiptono (2007) menyatakan bahwa kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purna beli dimana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil (outcome) tidak memenuhi harapan. Kotler. et al., (1996) menandaskan bahwa kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (atau hasil) yang ia rasakan dibandingkan dengan harapannya.

                        Kualitas jasa yang unggul dan konsisten dapat menumbuhkan kepuasan pelanggan dan akan memberikan berbagai manfaat (Tjiptono, 1996) seperti:

1.      Hubungan antara perusahaan dan para pelanggan menjadi harmonis
2.       Memberikan dasar yang baik untuk pembelian ulang
3.                Membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut (word of mouth) yang menguntungkan bagi perusahaan
4.      Dapat menciptakan loyalitas pelanggan
5.      Reputasi perusahaan menjadi baik di mata pelanggan
6.      Laba yang diperoleh meningkat.

        Kotler dalam Lupiyoadi dan Hamdani (2006) mengemukakan bahwa pencapaian kepuasan pelanggan melalui kualitas pelayanan dapat ditingkatkan dengan beberapa pendekatan sebagai berikut:

1.              Memperkecil kesenjangan-kesenjangan yang terjadi antara pihak manajemen dan pelanggan.
2.              Perusahaan harus mampu membangun komitmen bersama untuk menciptakan visi di dalam proses perbaikan pelayanan.
3.      Memberikan kesempatan kepada pelanggan untuk menyampaikan keluhan.
4.                Mengembangkan dan menerapkan accontable, proactive & partnership marketing sesuai dengan situasi pemasaran.

        Menurut Tjiptono (2005), konsumen yang terpuaskan akan menjadi pelanggan, dan mereka akan:
1.      Melakukan pembelian ulang
2.      Mengatakan hal yang baik tentang perusahaan kepada orang lain
3.              Kurang memperhatikan merek ataupun iklan produk pesaing
4.              Membeli produk yang lain dari perusahaan yang sama.

2.5                                  Penelitian Terdahulu
a.                Dwi Iswara Anera Yoganidita (2002)
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dwi Iswara Anera Yoganidita (2002) yang berjudul ”Analisis Kepuasan Pelanggan dengan menggunakan Kualitas Pelayanan (Studi Kasus pada Bengkel PT. Nasmoco Pemuda Semarang)”, menunjukkan bahwa dimensi emphaty memiliki pengaruh yang paling kuat dan mempengaruhi kepuasan pelanggan, diikuti dengan dimensi jaminan, dimensi daya tanggap, dimensi bentuk fisik dan dimensi kehandalan. Dengan demikian, berarti PT. Nasmoco Pemuda Semarang memberikan pelayanan yang berempati memuaskan pelanggannya.

b.      Ida Manullang (2008)
Teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teori Manajemen Pemasaran yang berhubungan dengan kualitas pelayanan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah survey dan jenis penelitiannya deskriptif kuantitatif. Adapun penelitian ini bersifat eksplanatori. Teknik pengumpulan data dengan wawancara, mengedarkan daftar pertanyaan terhadap sampel sebanyak 96 responden dan studi dokumentasi. Untuk menguji hipotesis digunakan regresi berganda dengan melakukan uji t dan uji F. Hasil penelitian menunjukan bahwa kualitas pelayanan yang dilihat dan 5 dimensi: Tangibles, Reliability, Responsiveness, Assurance, dan Empathy secara simultan maupun parsial berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pelanggan jasa penerbangan PT. Garuda Indonesia Airlines Bandara Polonia Medan. Variabel yang dominan memiliki pengaruh signifikan adalah reliability.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1       Objek Penelitian
3.1.1    Tempat dan Waktu Penelitian

            Penelitian ini dilakukan di dealer atau bengkel KAWASAKI.

3.1.2    Populasi dan Sampel Penelitian

POPULASI
                Menurut Sugiyono (2004), populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Berdasarkan kualitas dan ciri tersebut, populasi dapat dipahami sebagai sekelompok individu atau objek pengamatan yang minimal memiliki satu persamaan karakteristik. Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh pelanggan Bengkel KAWASAKI sentra Kalimalang yang jumlahnya sangat banyak, maka dilakukan pengambilan sampel untuk penelitian ini.

SAMPEL
                Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2004). Dalam banyak kasus tidak mungkin kita meneliti seluruh anggota populasi, oleh karena itu kita membentuk sebuah perwakilan populasi yang disebut sampel. Responden dalam penelitian ini adalah pelanggan bengkel KAWASAKI sentra Kalimalang. Pengambilan responden dilakukan dengan teknik accidental sampling, yaitu peneliti memilih siapa saja anggota populasi yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dianggap dapat memberikan informasi yang diperlukan (Sugiyono, 2004). Kriteria yang digunakan peneliti adalah responden yang telah menggunakan jasa bengkel KAWASAKI sentra Kalimalang minimal 1 kali. Kriteria tersebut digunakan mengingat besarnya jumlah populasi dan juga belum tentu pelanggan yang pernah menggunakan jasa bengkel KAWASAKI sentra Kalimalang akan kembali lagi pada waktu yang akan datang. Dan sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebanyak 50 responden.

3.2       Data / Variabel

            Dalam penelitian ini dilihat dalam 5 dimensi yaitu :
1.      Kehandalan (Reliability)
2.      Daya tanggap (Responsiveness)
3.      Kepastian (Assurance)
4.      Empati (Empathy)

5.      Berwujud (Tangible)
3.3       Metode Pengumpulan Data

1.      Data Primer
Data primer dalam penelitian ini diperoleh dengan cara melakukan penyebarkan kuesioner kepada responden. Metode yang dapat digunakan untuk mengumpulkan data primer yaitu melalui wawancara, penyebaran kuesioner, dan observasi secara langsung kepada individu atau perseorangan.

3.4       Hipotesis

            Ho : Pelanggan tidak puas terhadap pelayanan yang diberikan oleh bengkel KAWASAKI 
            Ha : Pelanggan puas terhadap pelayanan yang diberikan oleh bengkel KAWASAKI

3.5       Alat Analisis yang Digunakan

Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian ilmiah ini penulis menggunakan metode dan analisis yaitu :



1.      Metode Skala Likert
            Di dalam penulisan ilmiah ini penulis menggunakan skala likert, yaitu sejenis skala yang digunakan untuk mengukur variabel penelitian, seperti sikap, pendapat, persepsi seseorang atau kelompok. Responden diminta mengisi pertanyaan dalam skala ordinal berbentuk verbal dalam jumlah kategori tertentu. Dalam hal ini digunakan tingkat yang terdiri dari sangat tidak puas, tidak puas, puas, cukup puas, dan sangat  puas.

            Adapun rumus pengujian skala likert yang dipakai adalah :
Keterangan :
NIK                                         =          Nilai Indeks Kerja
Nilai Bobot                             =          Kategori Penilaian x bobot masing-masing
∑ Kategori Penelitian  =          Terdapat lima kategori

2.      Uji Validitas
                Uji validitas menunjukkan suatu ukuran tingkat kevalitan atau ketepatan suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid mempunyai validitas tinggi, sebaliknya instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah. Pengujian validitas tiap butir digunakan analisis item, yaitu mengkorelasikan skor tiap butir dengan skor total, yang merupakan jumlah tiap skor butir. Dalam hal ini, teknik korelasi untuk menentukan validitas item ini sampai sekarang merupakan teknik yang paling banyak digunakan. Selanjutnya dalam memberikan interprestasi terhadap koefisien korelasi, dimana item yang mempunyai korelasi positif dengan kriteria (skor total) serta korelasi yang tinggi, menunjukkan bahwa item tersebut mempunyai validitas yang tinggi pula. Pengujian dilakukan dengan menggunakan SPSS (Statistical Program for Social Sciences) versi 17.

3.      Uji Reliabilitas
            Uji reliabilitas adalah uji untuk memastikan apakah kuesioner penelitian yang akan dipergunakan untuk mengumpulkan data variabel penelitian reliabel atau tidak. Kuesioner dikatakan reliabel jika kuesioner tersebut dilakukan pengukuran berulang, akan medapatkan hasil yang sama. Menurut Husaini (2003), “Uji reliabilitas adalah proses pengukuran terhadap ketepatan (konsisten) dari suatu instrumen. Pengujian ini dimaksudkan untuk menjamin instrumen yang digunakan merupakan sebuah instrumen yang handal, konsistensi, stabil dan dependibalitas, sehingga bila digunakan berkali-kali dapat menghasilkan data yang sama.

Uji Regresi Linier Berganda
            Untuk mengukur besarnya pengaruh variabel bebas terhadap variabel tergantung dan memprediksi variabel tergantung dengan menggunakan variabel bebas. Gujarati (2006) mendefinisikan analisis regresi sebagai kajian terhadap hubungan satu variabel yang disebut sebagai variabel yang diterangkan (the explained variabel) dengan satu atau dua variabel yang menerangkan (the explanatory). Variabel pertama disebut juga sebagai variabel tergantung dan variabel kedua disebut juga sebagai variabel bebas. Jika variabel bebas lebih dari satu, maka analisis regresi disebut regresi linear berganda. Disebut berganda karena pengaruh beberapa variabel bebas akan dikenakan kepada variabel tergantung.

5.      Koefisien Determinasi
            Koefisien determinasi pada regresi linear sering diartikan sebagai seberapa besar kemampuan semua variabel bebas dalam menjelaskan varians dari variabel terikatnya. Secara sederhana koefisien determinasi dihitung dengan mengkuadratkan Koefisien Korelasi (R).

6.      Uji t
            Uji t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel bebas secara individual dalam menerangkan variasi variabel terikat. Tujuan dari uji t adalah untuk menguji koefisien regresi secara individual.

7.      Uji F
            Uji kelayakan model (goodness of fit) yang harus dilakukan dalam analisis regresi linear. Untuk analisis regresi linear sederhana signifikansi pada uji f sama hasilnya dengan signifikansi pada uji t.